Allah diatas arasy adalah betul dan memahaminya sebagai bertempat itu yang dan itulah yang selalu diperbaiki oleh Ulama Ahli Sunnah Wal Jamaah Assyairah wa Maturidiyyah.
A. AQIDAH ALLAH DIATAS ARASY DIFAHAMI SEBAGAI TEMPAT ALLAH.
Kelompok kelompok yang menetapkan Nash dzohir الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى tapi difahami dengan salah seperti difahami sebagai tempat bagi Allah, ada 6 kelompok;
1. Mujassimah.
2. Hasywiyyah.
3. Hisyamiyyah.
4. Musyabbihah.
5. Karromiyah.
6. Wahhabiyyah.
Dan keenam kelompok ini adalah ahli bid'ah dalam aqidah, sesat dan telah keluar dari pemahaman Madzhab salaf dan Aqidah para salafusoleh berlepas dari keyakinan mereka.
Al Imam Ibnu Asakir (W 571 H) mengatakan:
وقالت الحشوية والمجسمة انه سبحانه حال في العرش وان العرش مكان له وهو جالس عليه
Artinya: Golongan Hasywiyyah dan Mujassimah berkata: Bahwasanya Allah di Arasy dan arasy merupakan tempat baginya dan dia duduk diatasnya.
[Tabyiinu Kadzib Al Muftari: 150]
Al Imam Abi Manshur Al Baghdadi (W 429 H) mengatakan:
وقد ذكر ابن كرام في كتابه أن الله تعالى مماس لعرشه ، وأن العرش مكان له ...واختلف أصحابه في معنى الاستواء المذكور في قوله : ﴿ الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى. فمنهم من زعم أن كل العرش مكان له.
Artinya: Sungguh Ibnu Karram (pelopor kelompok karromiyah) menyebutkan dalam kitabnya; Bahwasanya Allah taala bersentuhan dengan Arasy dan arays adalah tempatnya Allah. Dan para pengikutnya berselisih mengenai makna istawa tersebut didalam firman-nya Allah: Dzat yang bersifat Rahman beristawa diatas Arasy. Dari mereka ada yang berkeyakinan bahwasanya semua Arasy merupakan tempat nya.
[Al Farqu Baina Al Firaq: 190]
Al Imam Abul Hasan Al Asy'ari (W 324 H) mengatakan:
وقال هشام بن الحكم : ...وإن مكانه هو العرش
Artinya: Hisyam bin Al Hakam (pelopor kelompok hisyamiyyah) berkata: Sesungguhnya tempatnya Allah adalah Arasy.
[Maqalat Al Islamiyyin: 1/260]
Al Imam Abu Abdurrahman Abdullah Al Harari (W 1430 H) mengatakan:
وعند المشبهة والكرامية والمجسمة الله متمكن على العرش وتعلقوا بظاهر قوله تعالى : " الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى (٥) سورة طه الاستواء الاستقرار، وقال بعضهم: الجلوس،
Artinya: Dan menurut kelompok Musyabbihah, Karromiyah dan mujassimah adalah Allah bertempat diatas Arsy dan mereka mengaitkan (pendapat mereka) dengan dzohirnya firman-nya Allah taala: Dzat yang bersifat Rahman beristawa diatas Arasy (Surah Taha ayat 5) Al Istawa adalah menetapkan. Dan sebagian mereka mengatakan: duduk.
[Al Idzhar Al Aqidah Assunniyah: 163]
Syaikh Ibnu Utsaimin Al Wahhabi berkata:
وفي حديث الجارية من صفة الله: ﺇثبات المكان لله وﺃنه في السماء
Artinya: Dan didalam hadist Jariyah: Merupakan penetapan tempat kepada Allah dan sesungguhnya Allah diatas langit.
[Majmu' Fatawa Libni Utsaimin: 4/287]
Keenam kelompok ini menetapkan nash dzohir ayat sifat tapi mereka fahami dengan salah sehingga melahirkan aqidah yang salah pula. Jalan tengahnya agar kita tahu kerancuan ini adalah tanyakan pada orang itu; apa yang dimaksudkan dengan Allah diatas langit atau Allah diatas arasy?
Al Imam Alam bin Ala' Al Hindi Al Hanafi (W 786 H) mengatakan:
إذا قال : «الله تعالى في السماء عالم إن أراد به المكان كفر، وإن أراد به الحكاية عما جاء في ظاهر الأخبار لا يكفر...وفي التخبير»: رجل قال : الله تعالى على السماء، أو : على العرش فهذا الكلام على ثلاثة أوجه : إن أراد بذلك ظاهر الآية والحديث لا يكفر لأنه متأول مخطىء، وإن أراد بذلك إثبات الجسد والمكان يكفر، فإن قال هذا الكلام بلا تدبر وتأمل يكفر، وعليه الفتوى
Artinya: Jika seseorang berkata: Allah taala di langit dunia. Jika ia bertujuan memberikan tempat dengan mengatakan begitu maka ia kafir dan jika ia hanya meriwayatkan dari apa apa yang datang pada dzohir hadist maka ia tak kafir. Dan didalam Attakhbir: Seorang pria berkata: Allah taala diatas langit atau diatas Arasy. Maka, ucapan begini ada tiga sudut pandang: 1. Jika yang ia maksud adalah dzohir ayat dan hadist maka ia tidak kafir karena Sesungguhnya mentakwilnya merupakan kesalahan. 2. Jika yang ia maksud adalah menetapkan jasad dan tempat maka ia kafir. 3. Jika ia hanya berkata kata saja pada ucapan ini tanpa adanya tadabbur dan berhati hati maka ia juga kafir. Kesepakatan telah bulat diatasnya.
[Al Fatawa Attatarakhaniyyah: 4/235]
Jika dia bermaksud hanya menjalankan apa adanya berdasarkan dzohir hadist atau dzohir ayat tanpa memaksudkan tempat pada Allah. Maka, dia ahli Sunnah Wal Jamaah. Namun, jika sebaliknya maka ia sudah keluar dari ahli Sunnah Wal Jamaah. Namun, fakta sudah bicara bahwasanya Kongres Athari bukan ahli Sunnah Wal Jamaah sebab telah menetapkan tempat bagi Allah yang padahal salaf berlepas dari faham seperti itu.
2. RINGKASAN AQIDAH SALAF.
Silahkan buka didalam kitab kitab salaf mengenai ayat diatas atau hadits jariyah. Sampai kiamat takkan sahabat sahabat menemukan mereka memahami ayat diatas sebagai tempat bagi Allah. Sebab, mereka hanya menjalankan sebagaimana datangnya saja alias tidak memahaminya sebagai tempat. Sebab, jika difahami sebagai tempat berarti mereka telah menafsirkan Nash itu yang padahal salaf bersepakat untuk diam darinya tanpa membincangkannya.
Tanzih aqidah salaf mengenai ayat sifat adalah:
-Tanpa Kaif.
- Tanpa tafsir.
- Tanpa Tajsim.
- Tanpa tasybih.
- Tanpa Tamtsil.
- Tanpa Ta'til.
- Tanpa Qiyas.
- Menjalankan apa adanya tanpa membahas maknanya atau menafsirkan nya.
Al Imam Al Barbahaarii (W 329 H) berkata:
واعلم - رحمك الله - أنه ليس في السنة قياس، ولا تضرب لها الأمثال، ولا تتبع فيها الأهواء. وهو التصديق بآثار رسول الله صلى الله عليه وسلم بلا كيف ولا شرح.
Artinya: Ketahuilah, sesungguhnya didalam Sunnah tidak ada qiyas (kepada Allah), dan jangan menciptakan perumpamaan (tuhan) padanya dan jangan kau mengikuti hawa nafsu. Yaitu membenarkan dengan atsar Rasulullah Sallahu Alaihi Wasallam tanpa Kaif dan Syarhi (menjelaskan).
[Syarhus Sunnah: 63]
Al Imam Abil Hasan Al 'Asyari (W 330 H) berkata:
وقال الشيخ أبو الحسن الأشعري : إِنَّ اللهَ على عرشه كما قال: (الرَّحْمَنُ عَلَى العَرْشِ اسْتَوى ، وإن له يدين بلا كيف كما قال: خَلَقْتُ بِيَدَيَّ ) [ ص: ٧٥] ، وإن له عينين بلا كيف كما قال : تجري بأعْيُنِنَا) [القمر: ١٤] ، وإن له وجها بلا كيف كما قال : ويبقى وَجْهُ رَبِّكَ.
Artinya: Allah diatas Arsy nya sebagai yang firmannya: Arrahman Alal Arssyistawa, dan ia mempunyai kedua tangan tanpa Kaif, sebagaimana firman-nya: Khalaqtu Biyadi, dan ia memiliki kedua mata tanpa Kaif, sebagaimana firman-nya: Tajrii Bi'ayuninaa, dan ia memiliki wajah tanpa Kaif, seperti firmannya: Wa Yabqaa Wajhu Rabbika.
[Al Ibaanah: 183]
Al Imam Ibnu Manduh (W 395 H) berkata:
قلنا وكذلك نقول فيما تقدم من هذه الأخبار فى الصفات في كتابنا هذا نرويها من غير تمثيل ولا تشبيه ولا تكييف ولا قياس ولا تأويل على ما نقلها السلف الصادق عن الصحابة الطاهرة عن المصطفى.
Artinya: Kami katakan dan seperti itulah yang telah kami katakan pada pada sesuatu yang telah terlewat dari hadist hadist ini dalam sifat dalam kitabnya kami, hadist ini sudah kami riwayatkan tanpa perumpamaan, penyerupaan, Kaif, kiyas, dan tanpa Ta'wil pada apa yang Salafus Sadiq telah kutip dari para sahabat yang suci dari nabi Muhammad.
[Kitaabut Tauhid: 3/309]
Al Imam Ibnu Qudamah Al Hanbali Al Maqdisi (W 620 H) berkata:
فكل ما جاء في القرآن أو صح عن المصطفى من صفات الرحمن وجب الإيمان به، وتلقيه بالتسليم والقبول، وترك التعرض له بالرد والتأويل والتشبيه والتمثيل وما أشكل من ذلك وجب اثباته لفظا، وترك التعرض لمعناه، ونرد علمه إلى قائله،
Artinya: Segala sesuatu yang datang dalam Al Qur'an atau yang sahih dari Al Musthofa (Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wasallam) berkenaan dari sifat Arrahman (Allah). Maka, wajib mengimani nya, percaya dengan membenarkan dan menerima, tidak mempertentangkan nya dengan menolak ta'wilan, penyerupaan dan perumpamaan. Dan sesuatu yang yang tidak jelas dari hal tersebut, wajib menetapkan lafadznya dan tidak membincangkan maknanya dan kami mengembalikan pengetahuannya kepada yang mengatakan nya (Allah dan rasulnya).
[Lum'atul Itiqad Al Hadi Ilaa Sabiilir Rasyad: 4]
Al Imam Ibnu Rajab Al Hanbali (W 795 H) berkata:
والصواب ما عليه السلف الصالح من إمرار آيات الصفات وأحاديثها كما جاءت من غير تفسير لها ولا تكييف ولا تمثيل ، ولا يصح عن أحد منهم خلاف ذلك البتة ، خصوصاً الإمام أحمد ، ولا خوضاً في معانيها ولا ضرب مثل الأمثال لها.
Artinya: Dan yang benar apa apa yang mengatasnamakan salafus salih dari menjalan ayat ayat sifat dan hadist hadist sifat adalah yang sebagaimana datangnya saja. Tanpa mentafsirkannya, menkaifiyahnya dan tidak pula mengumpamakannya. Dan tidak sahih (tidak boleh) seorang pun dari mereka menyelisihi pada hal tersebut (berani menafsirkan, menkaifiyah dan merumpamakan) yang sudah ditetapkan, khususnya pada imam Ahmad. Dan tidak boleh juga mendalami maknanya dan menjadikan perumpamaan perumpamaan yang lain kepadanya.
[Majmu' Rasaa'il Al Hafidz Ibnu Rajab: 3/16]
Al Imam Ibnu Rajab Al Hanbali (W 795 H) berkata:
وأما طريقة أئمة أهل الحديث وسلف الامة: فهي الكف عن الكلام في ذلك من الطرفين، وإقرار النصوص وإمرارها كما جاءت، ونفي الكيفية عنها والتمثيل. وقد قال الخطابي في ((الأعلام)): مذهب السلف في أحاديث الصفات: الإيمان، وإجراؤها على ظاهرها، ونفي الكيفية عنها.
Artinya: Adapun jalan para imam imam ahli hadist dan salaful ummah adalah menahan diri dari membicarakannya pada hal tersebut dari kedua sisi. Dan meng-iqrar kan Nash Nash nya, menjalankan sebagaimana datangnya saja, menafikan kaifiyah dan perumpamaan. Al Imam Al Khattabi telah berkata dalam Al 'Alam: Madzhab Salaf dalam hadist sifat adalah: Iman, mereka menjalankan lafadz dzohir nya dan menafikan kaifiyah darinya.
[Fathul Bari Syarah Sahih Al Bukhari Libni Rajab Al Hanbali: 7/233]
Al Imam Ibnu Hamdan Al Hanbali (W 695 H) mengatakan:
وقال أبو محمد رزق الله بن عبد الوهاب التميمي شيخ بن : ولا نقول إن العرش مكانه، لأن الأمكنة صنعة الله، وهي بعده، ولا نقول إنه بذاته قاعد على العرش، أو قائم، أو مضطجع ، ولا نائم، ولا مماس، ولا ملاصق، بل نطلق الصفة كما نطق به القرآن، ونضرب عن الخوض فيما لا يبلغ حقيقته اللسان
Artinya: Abu Muhammad Razaqullah bin Abdul Wahhab At-Tamimi Al Hanbali (W 488 H) mengatakan: Kami tidak mengatakan sesungguhnya Arsy adalah tempatnya. Karena, tempat merupakan ciptaan Allah dan tempat ada setelahnya. Dan kami tidak mengatakan sesungguhnya dengan dzatnya ia duduk diatas Arsy, atau berdiri, berbaring, tidur, bersentuhan dan berdampingan. Melainkan, kami hanya kemutlakan sifat seperti yang Allah katakan pada al Qur'an dan kami berdiam mendalami nya pada apa apa yang lisan tak sampai pada kehakikatannya.
[Nihayatul Mubtadi'in Fii Ushuluddin: 32]
Al Imam Abu Zakariya Yahya bin Ibrahim Assalmaasi (W 550 H) mengatakan:
ولا يقال فيها كيف ولِمَ ولا يقاس شيء منها بصفات المخلوقين، ولا تضرب لها الأمثال قال الله تعالى : فلا تضربوا الله الأمثال إن الله يعلم وأنتم لا تعلمون ) . يكفي في جميع ذلك التصديق والتسليم والتنزيه مع الإثبات حسب مورده في الكتاب والسنة.
Artinya: Dan tidak boleh dikatakan Kaif padanya, dan pertanyaan "kenapa" dan tidak boleh sesuatu diqiyaskan pada sifat sifat makhluk. Dan janganlah kau membuat perumpamaan kepada allah. Allah berfirman: Maka janganlah kamu mengadakan perumpamaan bagi Allah. Sungguh, Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. Dan cukup membenarkan, mempercayai dan menyucikan dalam semua hal tersebut disertai menetapkan pada yang telah ada didalam Al Qur'an dan Sunnah.
[Manaazilul Aimmatil Arba'ah: 105]
Al Imam Ibnu Katsir (W 774 H) berkata:
وقوله : (ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ ) : تقدم تفسير ذلك في سورة ( الأعراف » ، وأنه يُمرر كما جاء من غير تكييف ولا تشبيه ولا تعطيل ولا تمثيل، تعالى الله علوا كبيرا.
Artinya: Dalam firmannya: Tsummas Tawaa Alal Arssyi. Sudah terlewat tafsir ayat tersebut. Dan sesungguhnya menjalankan apa adanya tanpa Kaif, tasybih, Ta'thil dan tanpa Tamtsil. Allah maha tinggi dengan ketinggian yang agung.
[Umdatut Tafsir: 2/313]
Al Imam Abi Bakar Abdul Qaahir Al Jurjaani (W 471 H) berkata:
أن إثبات الصفة بإثبات دليلها
Artinya: Sesungguhnya menetap (Itsbat) sifat adalah dengan menetapkan dalil nya saja.
[Dalaailul 'Ajaaz: 72]
Kesimpulannya:
1. Memahami ayat Allah diatas arasy dengan faham bertempat adalah salah dan bukan aqidah salaf.
2. Kelompok yang menetapkan Nash dzohir seperti Allah diatas arasy dan memahaminya sebagai tempat itu hanya ada enam dan mereka sesat semua.
3. Aqidah salaf dalam memahami ayat mutasyabihat atau ayat sifat adalah tanpa Kaif, tanpa tajsim, tanpa tasybih dan sebagainya apatah lagi memahaminya sebagai tempat bagi Allah. Maha suci Allah dari sangkaan tersebut.
4. Assyairah meng-itsbatkan sifat Allah dan mentanzihnya tanpa ghulluw seperti Mu'tazilah dan Mu'attilah.
5. yang dimaksud menjalankan apa adanya adalah menetapkan lafadz nya dan menyerahkan maknanya kepada Allah tanpa meletakkan akal pikiran sendiri.
6. Ucapan Allah diatas arasy harus dikembalikan kepada pemahaman orang yang mengatakan. Apabila difahami sebagai tempat maka ia telah keliru dan itu bukan aqidah Salaf.
Selesai.
Jauh antara bumi dengan bintang kejora "jika orang yang meyakini tuhan diatas arasy dengan maksud bertempat" diklaim sebagai aqidah Salaf. Sebab, tidak ada ulama salaf yang memahami surah Taha ayat 5 dan sejenisnya serta hadits jariyah difahami sebagai tempat bagi Allah taala terkecuali wahhabiyyah.
0 Komentar